Drama When Life Gives You Tangerines telah menamatkan episode terakhirnya. Dalam episode yang tayang pada Jumat (28-3-2025), memperlihatkan fase kehidupan Gwan Sik dan Ae Sun di musim dingin. Penonton pun dibuat bertanya-tanya kira-kira apa 'tangerines' yang akan dialami Ae Sun di musim ini.
Banyak yang berspekulasi bahwa Ae Sun akan kehilangan Gwan Sik seperti yang terlihat di episode pertama kala dirinya seorang diri di panti orang tua. Dari empat bab kehidupan Ae Sun di When Life Gives You Tangerines, berikut 4 'tangerines' yang dialami Ae Sun di setiap musimnya.
1. Kehilangan sang ibu dan ayah
“Musim semi” membawa kehangatan sekaligus kehancuran. Laut merenggut nyawa ayahnya, memaksa Ae Sun muda untuk tinggal bersama keluarga pihak ayahnya sambil merindukan ibunya, Gwang Rye.
Namun takdir tidak baik, ketika Ae Sun kembali dipertemukan dengan ibunya dan akan memulai hidup bersama, lautan juga membawa ibunya pergi. Sang ibu yang bekerja sebagai hanyeo mengalami penyakit serius akibat terlalu sering menyelam. Gwang Rye meninggal di usia 29 tahun kala Ae Sun berumur 10 tahun.
Ae Sun yang masih anak-anak, harus menanggung beban menghidupi keluarganya. Ia berkebun untuk memenuhi kebutuhannya dengan adik-adiknya, di mana ayah tirinya tak bekerja sama sekali. Namun di tengah kesedihannya, Gwan Sik hadir sebagai sosok yang selalu ada di dunianya yang sepi.
2. Kehilangan putra bungsunya
“Musim panas” menjadi musim yang paling menguji Ae Sun dan Gwan Sik, termasuk kedua anak mereka lainnya. Di musim ini, Gwan Sik dan Ae Sun telah menikah, tapi keduanya tetap menghadapi kesulitan yang tak henti-hentinya. Terutama Ae Sun yang mendapat intimidasi dari ibu mertua dan nenek mertuanya.
Namun ia tak pernah goyah, karena tahu bahwa ia memiliki “pilar besi” yang teguh di sampingnya. Sayangnya, bahkan pilar terkuat pun tak dapat melindunginya dari kekejaman takdir. Kali ini, lautan tak merenggut orang tuanya, melainkan anaknya.
Nenek Ae Sun pernah berkata bahwa ketika orang tua meninggal, mereka pergi ke surga, tetapi ketika seorang anak meninggal, mereka tetap berada di hati orang tua mereka selamanya. Kehilangan orang tua memang menyakitkan, tetapi kehilangan seorang anak adalah rasa sakit yang tak pernah pudar, kesedihan yang membekas seumur hidup.
3. Kehilangan neneknya
"Musim gugur" tiba, tetapi alih-alih melegakan, ia malah membawa perpisahan lagi. Ae Sun kehilangan neneknya. Walau awalnya nenek Ae Sun tampak acuh tak acuh, tapi ia begitu menyayangi Ae Sun sebagai cucunya.
Ibu Ae Sun juga berpesan kepada sang nenek sebelum meninggal untuk memperlakukan serta menolong Ae Sun dengan baik seperti anaknya sendiri. Nenek Ae Sun adalah orang yang telah mengorbankan segalanya untuknya, bahkan diam-diam menyerahkan seluruh hartanya agar Ae Sun bisa memiliki perahu dan bebas dari kemiskinan.
Nenek Ae Sun kemungkinan besar meninggal karena usia yang sudah tua. Namun, apa pun alasannya, kehilangan seseorang pasti akan selalu membekas dan membawa kesedihan yang mendalam.
4. Kehilangan "pilar baja"-nya
Lalu tibalah "Winter" atau "musim dingin", bab terakhir dari kehidupan Ae Sun, dan mungkin yang paling kejam dari semuanya. Dari beberapa potongan adegan yang ada menunjukkan bahwa pilar terbesar Ae Sun, Gwan Sik, mungkin akan menjadi yang berikutnya. Ae Sun kembali kesepian dan dipaksa menanggung rasa sakit melihat orang-orang yang dicintainya pergi, satu demi satu, seiring pergantian musim.
Gwan Sik sendiri orang yang tumbuh bersama Ae Sun, yang menanggung setiap kesulitan hidup bersamanya. Pada usia 10 tahun, Gwan Sik diam-diam membawakan Ae Sun ikan kerapu kuning dan daging, membantunya membajak dan mengolah tanah tandus milik ibunya, membantunya memberi makan empat mulut, dan mendukung impiannya menjadi seorang penyair.
Ketika ibu Ae Sun meninggal, Gwan Sik adalah satu-satunya yang duduk di sampingnya dan menangis. Bahkan ketika dia kehilangan gigi susu pertamanya, Gwan Sik ada di sana. Hanya setahun lebih tua dari Ae Sun, Gwan Sik seperti kakak laki-laki, sosok ayah, dan kemudian, seorang suami yang mencintainya seumur hidup.
Setiap tonggak kehidupan Ae Sun memiliki "pilar baja" ini untuk memikul beban dan berjalan bersamanya. Berkat pemuda ini, yang kini menjadi suami itu, lautan kemiskinan dan takdir yang bergejolak di hadapannya menjadi terasa lebih lembut dari kelihatannya.
Berada bersama Gwan Sik menjadi kebiasaan sekaligus kegembiraan yang membantu Ae Sun bertahan dalam kesulitan seumur hidup. Dan itulah sebabnya dia takut jika harus melihat Gwan Sik pergi mendahuluinya.
“Aku berharap kau dan aku mati bersama,” kata Ae Sun. Namun, harapan hanyalah harapan. Adegan dari episode 1, di mana Ae Sun duduk sendirian di tengah lautan orang di panti jompo, merupakan akhir yang sebenarnya bagi musim dinginnya.
Kalau dalam hidupmu sendiri, kira-kira apa 'tangerines' itu?