Berdasarkan primbon Jawa, kepercayaan dan tradisi lokal sering menjadi pedoman dalam menjalani kehidupan serta memengaruhi berbagai keputusan sehari-hari.
Salah satu kepercayaan yang cukup dikenal adalah pantangan pernikahan antara anak pertama dan anak ketiga. Dalam masyarakat Jawa, aturan ini dianggap sebagai bagian dari kearifan yang diwariskan oleh para leluhur.
Menurut keyakinan mereka, ada beberapa alasan utama yang melatarbelakangi larangan tersebut, dan diyakini dapat memengaruhi keharmonisan serta keberlangsungan sebuah pernikahan.
Lantas, seperti apa mitos pernikahan anak pertama dan ketiga dalam kepercayaan masyarakat Jawa? Yuk, simak ulasannya.
Kupas tuntas tentang mitos jilu
Sebelum masuk ke dalam pembahasannya, perlu diketahui bahwa mitos ini disebut jilu. Nikah jilu adalah pernikahan yang terjadi antara anak pertama (kesiji) dan anak ketiga (ketelu).
Sebagian orang juga menyebutnya sebagai lusan, yakni pernikahan antara anak ketiga dan anak pertama. Konon, jika pernikahan ini tetap dilangsungkan, diyakini dapat membawa kesialan atau bencana bagi pasangan tersebut.
Mengutip dari karya ilmiah berjudul Tinjauan Hukum Islam terhadap Larangan Pernikahan Adat Jawa Jilu Studi Kasus di Desa Tanggan Kecamatan Gesi Kabupaten Sragen, dalam sebuah wawancara bersama tokoh masyarakat Tanggan, Abdul Yahdi, kepercayaan ini telah diwariskan sejak zaman leluhur dan masih dianut oleh sebagian masyarakat.
Larangan menikah antara anak pertama dan ketiga dikaitkan dengan perbedaan sifat anak sulung yang dominan dan suka mengatur, sementara anak ketiga cenderung manja, yang dianggap bisa memicu ketidakharmonisan dalam rumah tangga.
Berikut di bawah ini, alasan mengapa anak pertama dan anak ketiga sulit bersatu dalam pernikahan.
1. Ketidakcocokan
Ketidakcocokan merupakan salah satu mitos pernikahan anak pertama dan anak ketiga dalam Primbon Jawa. Anak sulung memiliki karakter yang cenderung mendominasi, mandiri, dan tegas. Sedangkan anak ketiga dianggap sebagai seseorang yang sulit diatur dan manja.
Energi mereka yang memiliki perbedaan mencolok juga menjadi alasan dari ketidakcocokan mereka. Sehingga mereka dipercaya akan sulit untuk saling melengkapi dalam hubungan.
2. Penuh konflik
Mitos pernikahan anak pertama dan anak ketiga selanjutnya adalah hubungan yang penuh konflik. Pasangan ini tampaknya akan sulit untuk akur satu sama lain.
Meski ada solusi sekalipun, mereka dipercaya tidak cocok karena dalam rumah tangganya akan dihampiri masalah bertubi-tubi. Oleh karena itu, banyak orang menganggap kehidupan romansa anak pertama dan anak ketiga tidak akan mulus.
3. Kesulitan ekonomi
Menurut primbon Jawa, cobaan finansial juga bisa menjadi mitos di antara mereka. Hal ini ini terlihat dari cara pengelolaan keuangan mereka yang bertolak belakang. Anak pertama cenderung bijaksana dalam mengatur finansial, berbeda dengan anak ketiga yang lebih dominan membuat banyak pengeluaran.
Perbedaan inilah yang akan membuat mereka sering bertengkar soal keuangan hingga dilanda kesulitan ekonomi.
4. Ditinggal karena meninggal
Bisa dibilang, mitos satu ini cukup menyeramkan. Sebagian masyarakat Jawa percaya, salah satu dari pasangan nikah jilu ini akan meninggal apabila menikah.
Kalau bukan mereka, dipercaya kemungkinan ayah atau ibu dari pasangan ini yang akan meninggal. Oleh karena itu, mitos ini cukup membuat banyak orang yang menjauh dari pernikahan tersebut.
Itulah pembahasan tentang mitos pernikahan anak pertama dan ketiga dalam primbon Jawa. Semua ini kembali pada kepercayaan masing-masing orang, ya!